Tuesday, 5 February 2013

Contoh Cerpen ^_^


JENGKELIN!!!
            Pukul 6 pagi, aku sudah siap untuk berangkat sekolah. Aku menunggu Mas Elang di teras depan sambil membaca pelajaran yang menjadi materi ulangan hari ini. Tak berapa lama, Mas Elang sudah nangkring di atas motornya, siap mengantarku ke tempat angkot. Sudah 3 bulan ini aku berangkat sekolah naik angkot. Saat SMP, aku selalu diantar jemput Mas Elang karena kebetulan sekolahku searah dengan kampusnya. Selain itu, aku juga belum bisa naik motor dan tidak ada angkutan umum di daerahku yang melewati sekolahku.
Sekarang aku bersekolah di SMA Idola. Aku baru masuk tahun ini, jadi masih kelas X. Jarak sekolah dari rumahku kurang lebih 15 km. Lebih jauh dari SMP ku dulu dan berlawanan arah dengan kampus Mas Elang. Namun, sekolahku yang sekarang berada di pusat kota. Tak heran jika banyak angkot, bus, atau angkutan umun lainnya yang melewati sekolahku. Sekalian berangkat ke kampus, Mas Elang mengatarku ke tempat angkot yang jalannya searah dengan kampusnya.
Tiba di tempat angkot, aku heran melihat anak – anak yang biasa naik angkot denganku masih duduk – duduk di bawah pohon. Biasanya mereka duduk di dalam angkot sambil menunggu penumpang lain. Ternyata, angkot yang biasa kami naiki belum datang. Ada salah satu anak SMK yang mencoba menghubungi sopir angkot. Namanya Dhea. Dia juga kelas X, sama sepertiku.
Sepuluh menit kemudian, angkot yang kami tunggu akhirnya datang. Tanpa menunggu komando, para penumpang pun bergegas naik. Hari ini pelajar yang naik angkot tak begitu banyak. Mungkin mereka akan naik angkot berikutnya. Atau malah mereka yang berangkat lebih pagi dariku.
Tetapi, aku merasa aneh dengan sopir angkot hari ini karena dia tidak langsung berangkat seperti biasanya. Dia masih menunggu penumpang lain. Padahal, sekarang sudah jam 6 lewat. Aku baru sadar kalau angkot ini adalah angkot yang berangkat jam 6 lewat 15 menit. Sedangkan angkot yang biasa kunaiki berangkatnya jam 6. Sebenarnya angkot yang biasa kunaiki sudah berangkat ke tempat berkumpulnya angkot, namun di tengah perjalanan mesinnya mendadak bermasalah. Aku jadi khawatir kalau naik angkot ini akan telat sampai sekolah. Aku membutuhkan waktu paling lama 60 menit untuk sampai di sekolah. Kalau jam 6 lewat 15 baru berangkat, kemungkinan jam 7 kurang 15 menit aku baru sampai di sekolah. Tepat bel tanda masuk berbunyi. “semoga tidak telat ya Allah....”, batinku.
Aku semakin khawatir saat angkot yang kunaiki berjalan super pelan. Ingin rasanya aku menggantikan si sopir itu untuk mengendarai angkotnya. Dhea dan Shilla, siswi SMK 21 sudah turun. Tinggallah aku dan Acha sebagai pelajar yang naik angkot. Sekolahku dan sekolah Acha jaraknya cukup dekat. Bisa dibilang sekolah kita tetanggaan. SMK Harapan, sekolah Acha berada di samping sekolahku yang hanya dibatasi oleh kantor pajak.
Aku mencoba tenang dengan mengalihkan perhatianku ke jalanan yang ramai oleh pengguna jalan hingga pandanganku menangkap jam salah seorang penumpang. Terlihat jam itu menunjukkan pukul 07.30. Akupun kembali was – was. Ditengah – tengah kekhawatiranku, angkot yang aku naiki berhenti dengan tiba - tiba. Padahal tidak ada penumpang yang turun ataupun naik. Firasatku mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk. Ternyata angkot ini mogok. Si Sopir juga terlihat khawatir. Dia mencoba menstater berulang kali. Namun, mesinnya tetap tak mau hidup. “duh.. sampai sekolah jam berapa nih kita?!”, kata Acha yang tak kalah khawatir. Aku hanya mengangkat bahu dan geleng – geleng kepala.
Kekhawatiranku mencapai puncak. Sekarang sudah jam 7 kurang 20 menit. Acha beruntung, ada temannya yang kebetulan lewat dan menawarinya tumpangan. Sedangkan aku merasa jengkel luar biasa. Sudah tidak ada lagi siswa sekolahku yang lewat jalan ini. Aku pun pasrah jika harus telat. Lama aku dan penumpang lainnya menunggu sopir itu memperbaiki angkotnya. Aku terduduk lemas di atas sebuah batu. Coba kalau penumpang saat itu ada yang bawa HP, akan kupinjam untuk menghubungi Mas Elang atau Ayah. Aku jadi kesal mengingat peraturan sekolahku yang tidak membolehkan siswanya membawa alat itu. Penumpang lain tampak kasihan melihatku. Sungguh menyedihkan.
Beberapa menit pun berlalu. Angkot itu benar – benar mogok, tidak mau jalan. Si Sopir angkot pun minta maaf pada kami semua. Dia juga menyuruh kami tidak usah membayar. Aku sudah terlanjur sebal dengan apa yang terjadi hari ini. Tak kutanggapi permintaan maaf dari sopir itu. Kermudian ada angkot lain yang lewat, langsung saja aku dan penumpang lainnya bergegas naik. Aku hampir menangis di dalam angkot kalau tak ingat banyak orang di dalamnya.
Jam setengah delapan aku tiba di sekolah. Di depan gerbang, terlihat guru piket berjajar sedang menghukum para siswa yang telat. “Banyak juga yang telat”, pikirku. Aku pun berjalan cepat ke gerbang. Di sana ada Bu Winda yang memperhatikanku kemudian bertanya kenapa aku telat. Awalnya aku hanya minta maaf. Aku tak sanggup untuk menceritakan kalau angkot yang aku tumpangi mogok. Aku rasa belum tentu Bu Winda akan percaya dengan alasanku. Namun akhirnya aku menceritakannya juga. Kemudian aku bergabung dengan teman – teman lain yang di hukum mencabuti rumput.
Hari ini aku benar – benar jengkel dan malu. Sepanjang sejarah sekolahku dari SD sampai SMA, baru kali ini aku telat dan dihukum. “bisa telat juga lo Vi?”, tanya Rio menyindirku. “Lagi pengen ngrasain gimana rasanya telat!”, jawabku ketus. “galak amat”, katanya lagi. “Diem lo!”, balasku. Segera Rio mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya, “piss” tanda damai sambil cengar – cengir. Cepat – cepat aku menyelesaikan hukuman ini karena jam ke-2 ada ulangan Biologi.
Setelah mengisi buku pelanggaran, aku diijinkan untuk ke kelas. Aku berjalan ogah – ogahan ke kelas. Rasanya malas melakukan apapun hari ini, termasuk berjalan. “kenapa juga kelasku di lantai dua”, gerutuku.
Sampai di kelas, aku disambut tepuk tangan dari teman – teman. Huh! Menyebalkan! Untung saja guru jam pertama sudah keluar dan guru jam kedua belum masuk. Aku Bisa malu kalau guru – guru tau. Akupun berjalan gontai ke bangkuku. Tak kupedulikan teman – teman yang masih menyorakiku dan melihatku dengan tatapan heran. Kubenamkan wajahku pada kedua telapak tangan. Benar – benar pengen teriak sekencang – kencangnya! Aaaaaaaa.......!!!!!!!!
Tak lama kemudian, Cakka sang ketua kelas mengumumkan bahwa Pak Dave tidak masuk hari ini, beliau sedang tidak enak badan. Sontak penghuni kelasku bergembira ria karena ulangan biologinya ditunda. Aku pun cukup lega. Paling tidak aku bisa lebih tenang karena “mood” ku sedang jelek hari ini. Lantas aku pergi ke toilet. Kubasuh wajahku berkali – kali. Hal yang biasa kulakukan jika sedang kesal. Setelah puas, aku kembali ke kelas.
Suasana kelas cukup ramai. Walaupun sudah diberi tugas, tetap saja ada yang tak segera mengerjakan. Jam kosong, bak surga bagi pelajar. “Sivia, tumben kamu telat. Ada apa?”, tanya Agni sahabatku. Aku Cuma geleng – geleng. Tak ingin membahas masalah telatku. Paling tidak untuk hari ini saja. “iya deh.. gak usah dijawab sekarang” kata Agni kemudian. Kelihatannya dia kecewa karena tak mendapat jawaban dariku. “hmm...aku mau jawab tapi kamu jangan ketawa”, kataku. Agni mengangguk dan senyumnya mengembang. “huh! Semua ini GARA – GARA ANGKOT MOGOK!”, ucapku setengah berteriak. Terlihat Agni menahan tawanya dan teman – teman yang lain menatapku dengan heran. Segera kubenamkan wajahku dalam – dalam di atas meja.

No comments:

Post a Comment