JENGKELIN!!!
Pukul 6 pagi, aku sudah siap untuk berangkat sekolah. Aku
menunggu Mas Elang di teras depan sambil membaca pelajaran yang menjadi materi
ulangan hari ini. Tak berapa lama, Mas Elang sudah nangkring di atas motornya,
siap mengantarku ke tempat angkot. Sudah 3 bulan ini aku berangkat sekolah naik
angkot. Saat SMP, aku selalu diantar jemput Mas Elang karena kebetulan
sekolahku searah dengan kampusnya. Selain itu, aku juga belum bisa naik motor
dan tidak ada angkutan umum di daerahku yang melewati sekolahku.
Sekarang
aku bersekolah di SMA Idola. Aku baru masuk tahun ini, jadi masih kelas X.
Jarak sekolah dari rumahku kurang lebih 15 km. Lebih jauh dari SMP ku dulu dan
berlawanan arah dengan kampus Mas Elang. Namun, sekolahku yang sekarang berada
di pusat kota. Tak heran jika banyak angkot, bus, atau angkutan umun lainnya
yang melewati sekolahku. Sekalian berangkat ke kampus, Mas Elang mengatarku ke
tempat angkot yang jalannya searah dengan kampusnya.
Tiba
di tempat angkot, aku heran melihat anak – anak yang biasa naik angkot denganku
masih duduk – duduk di bawah pohon. Biasanya mereka duduk di dalam angkot
sambil menunggu penumpang lain. Ternyata, angkot yang biasa kami naiki belum
datang. Ada salah satu anak SMK yang mencoba menghubungi sopir angkot. Namanya
Dhea. Dia juga kelas X, sama sepertiku.
Sepuluh
menit kemudian, angkot yang kami tunggu akhirnya datang. Tanpa menunggu
komando, para penumpang pun bergegas naik. Hari ini pelajar yang naik angkot
tak begitu banyak. Mungkin mereka akan naik angkot berikutnya. Atau malah
mereka yang berangkat lebih pagi dariku.
Tetapi,
aku merasa aneh dengan sopir angkot hari ini karena dia tidak langsung
berangkat seperti biasanya. Dia masih menunggu penumpang lain. Padahal,
sekarang sudah jam 6 lewat. Aku baru sadar kalau angkot ini adalah angkot yang
berangkat jam 6 lewat 15 menit. Sedangkan angkot yang biasa kunaiki
berangkatnya jam 6. Sebenarnya angkot yang biasa kunaiki sudah berangkat ke
tempat berkumpulnya angkot, namun di tengah perjalanan mesinnya mendadak
bermasalah. Aku jadi khawatir kalau naik angkot ini akan telat sampai sekolah.
Aku membutuhkan waktu paling lama 60 menit untuk sampai di sekolah. Kalau jam 6
lewat 15 baru berangkat, kemungkinan jam 7 kurang 15 menit aku baru sampai di
sekolah. Tepat bel tanda masuk berbunyi. “semoga tidak telat ya Allah....”,
batinku.
Aku
semakin khawatir saat angkot yang kunaiki berjalan super pelan. Ingin rasanya
aku menggantikan si sopir itu untuk mengendarai angkotnya. Dhea dan Shilla,
siswi SMK 21 sudah turun. Tinggallah aku dan Acha sebagai pelajar yang naik
angkot. Sekolahku dan sekolah Acha jaraknya cukup dekat. Bisa dibilang sekolah
kita tetanggaan. SMK Harapan, sekolah Acha berada di samping sekolahku yang
hanya dibatasi oleh kantor pajak.
Aku
mencoba tenang dengan mengalihkan perhatianku ke jalanan yang ramai oleh
pengguna jalan hingga pandanganku menangkap jam salah seorang penumpang.
Terlihat jam itu menunjukkan pukul 07.30. Akupun kembali was – was. Ditengah –
tengah kekhawatiranku, angkot yang aku naiki berhenti dengan tiba - tiba.
Padahal tidak ada penumpang yang turun ataupun naik. Firasatku mengatakan akan
terjadi sesuatu yang buruk. Ternyata angkot ini mogok. Si Sopir juga terlihat
khawatir. Dia mencoba menstater berulang kali. Namun, mesinnya tetap tak mau
hidup. “duh.. sampai sekolah jam berapa nih kita?!”, kata Acha yang tak kalah
khawatir. Aku hanya mengangkat bahu dan geleng – geleng kepala.
Kekhawatiranku
mencapai puncak. Sekarang sudah jam 7 kurang 20 menit. Acha beruntung, ada
temannya yang kebetulan lewat dan menawarinya tumpangan. Sedangkan aku merasa
jengkel luar biasa. Sudah tidak ada lagi siswa sekolahku yang lewat jalan ini.
Aku pun pasrah jika harus telat. Lama aku dan penumpang lainnya menunggu sopir itu
memperbaiki angkotnya. Aku terduduk lemas di atas sebuah batu. Coba kalau
penumpang saat itu ada yang bawa HP, akan kupinjam untuk menghubungi Mas Elang
atau Ayah. Aku jadi kesal mengingat peraturan sekolahku yang tidak membolehkan
siswanya membawa alat itu. Penumpang lain tampak kasihan melihatku. Sungguh
menyedihkan.
Beberapa
menit pun berlalu. Angkot itu benar – benar mogok, tidak mau jalan. Si Sopir
angkot pun minta maaf pada kami semua. Dia juga menyuruh kami tidak usah
membayar. Aku sudah terlanjur sebal dengan apa yang terjadi hari ini. Tak
kutanggapi permintaan maaf dari sopir itu. Kermudian ada angkot lain yang
lewat, langsung saja aku dan penumpang lainnya bergegas naik. Aku hampir
menangis di dalam angkot kalau tak ingat banyak orang di dalamnya.
Jam
setengah delapan aku tiba di sekolah. Di depan gerbang, terlihat guru piket
berjajar sedang menghukum para siswa yang telat. “Banyak juga yang telat”,
pikirku. Aku pun berjalan cepat ke gerbang. Di sana ada Bu Winda yang
memperhatikanku kemudian bertanya kenapa aku telat. Awalnya aku hanya minta
maaf. Aku tak sanggup untuk menceritakan kalau angkot yang aku tumpangi mogok.
Aku rasa belum tentu Bu Winda akan percaya dengan alasanku. Namun akhirnya aku
menceritakannya juga. Kemudian aku bergabung dengan teman – teman lain yang di
hukum mencabuti rumput.
Hari
ini aku benar – benar jengkel dan malu. Sepanjang sejarah sekolahku dari SD
sampai SMA, baru kali ini aku telat dan dihukum. “bisa telat juga lo Vi?”,
tanya Rio menyindirku. “Lagi pengen ngrasain gimana rasanya telat!”, jawabku
ketus. “galak amat”, katanya lagi. “Diem lo!”, balasku. Segera Rio mengangkat
jari telunjuk dan jari tengahnya, “piss” tanda damai sambil cengar – cengir.
Cepat – cepat aku menyelesaikan hukuman ini karena jam ke-2 ada ulangan
Biologi.
Setelah
mengisi buku pelanggaran, aku diijinkan untuk ke kelas. Aku berjalan ogah –
ogahan ke kelas. Rasanya malas melakukan apapun hari ini, termasuk berjalan.
“kenapa juga kelasku di lantai dua”, gerutuku.
Sampai
di kelas, aku disambut tepuk tangan dari teman – teman. Huh! Menyebalkan!
Untung saja guru jam pertama sudah keluar dan guru jam kedua belum masuk. Aku
Bisa malu kalau guru – guru tau. Akupun berjalan gontai ke bangkuku. Tak
kupedulikan teman – teman yang masih menyorakiku dan melihatku dengan tatapan
heran. Kubenamkan wajahku pada kedua telapak tangan. Benar – benar pengen
teriak sekencang – kencangnya! Aaaaaaaa.......!!!!!!!!
Tak
lama kemudian, Cakka sang ketua kelas mengumumkan bahwa Pak Dave tidak masuk
hari ini, beliau sedang tidak enak badan. Sontak penghuni kelasku bergembira
ria karena ulangan biologinya ditunda. Aku pun cukup lega. Paling tidak aku
bisa lebih tenang karena “mood” ku sedang jelek hari ini. Lantas aku pergi ke
toilet. Kubasuh wajahku berkali – kali. Hal yang biasa kulakukan jika sedang
kesal. Setelah puas, aku kembali ke kelas.
Suasana
kelas cukup ramai. Walaupun sudah diberi tugas, tetap saja ada yang tak segera
mengerjakan. Jam kosong, bak surga bagi pelajar. “Sivia, tumben kamu telat. Ada
apa?”, tanya Agni sahabatku. Aku Cuma geleng – geleng. Tak ingin membahas
masalah telatku. Paling tidak untuk hari ini saja. “iya deh.. gak usah dijawab
sekarang” kata Agni kemudian. Kelihatannya dia kecewa karena tak mendapat
jawaban dariku. “hmm...aku mau jawab tapi kamu jangan ketawa”, kataku. Agni
mengangguk dan senyumnya mengembang. “huh! Semua ini GARA – GARA ANGKOT
MOGOK!”, ucapku setengah berteriak. Terlihat Agni menahan tawanya dan teman –
teman yang lain menatapku dengan heran. Segera kubenamkan wajahku dalam – dalam
di atas meja.
No comments:
Post a Comment