Thursday 13 November 2014



LAPORAN STUDI LAPANGAN
BOTANI TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH

“Pengamatan Jamur, Lichen, dan Lumut di Taman Hutan Raya R. Soeryo Cangar Malang”

Dosen Pembimbing:
Drs. Sulistijono, M.Si
Ainun Nikmati Laily,M.Si

Oleh:
Kelompok 6
Rizki Rahmawati                    (13620045)
Nofadila Qurrota A’ayun       (13620095)
Ahmad Rokhim                      (13620108)
 Faizatul Amanah                    (13620110)
 Aida Fitriah                            (13620126)



 



 JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Negara Indonesia terkenal dengan sebutan Jambrut khatulistiwa, oleh sebab itu tidak mengherankan jika Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah baik flora maupuan fauna.Beberapa keanekaragam flora yang di miliki Indonesia adalah keanekaragaman Fungi, Lichens, dan Lumutnya. Perkiraan menurut Hawksworth (1991), terdapat 1.500.000 spesies fungi di dunia dan  200.000 spesies dari 1.500.000 spesies tersebut terdapat di Indonesia (Gandjar,2006).
            Selain itu,berdasarkan data Herbarium Bogoriensis Bogor, Indonesia mempunyai 40.000 spesies lichens.Di Indonesia juga mempunyai 1500 spesies lumut dari 4000 spesies lumut yang terdapat di bumi. Fungi,Lichens dan Lumut dapat ditemukan di tempat tempat yang masih terjaga kealamianya seperti hutan mengingat peranannya sebagai indikator lingkungan.
            Salah satu tempat yang mempunyai spesies-spesies tersebut dengan keanekaragaman yang cukup adalah Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo Cangar. Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo Cangar adalah kawasan hutan yang terletak di Kota Batu Jawa Timur pada ketinggian kurang lebih 1600 m di atas permukaan laut,  merupakan kawasan konservasi dibawah naungan Balai Taman Hutan Raya milik Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur terutama di wilayah Batu yang masuk kawasan Cagar Alam. Dengan begitu banyak spesies Fungi,Linchens dan lumut maka dirasa perlu untuk diadakanya studi lapangan guna menambah wawasan kepada Mahasiswa Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang terhadap keaneakaragaman spesies Fungi,Lichens dan Lumut.

1.2  Tujuan
Tujuan kuliah kerja lapangan ini adalah untuk mempelajari morfologi dan siklus hidup/reproduksi jamur, lichen, dan lumut di Taman Hutan Raya R. Soeryo Cangar, Batu Malang.

1.3  Manfaat
Manfaat dari diadakannya penelitia ini antara lain ;
1.      Sebagai pelengkap dalam memenuhi perkuliahan, terutama mata kuliah Botani Tumbuhan Tidak Berpembuluh (BTTB).
2.      Menambah wawasan mahasiswa terutama mahasiswa biologi mengenai keanekaragaman Fungi,Lichens dan Lumut.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Cangar
            Pemandian air panas alami yang disebut dengan “Cangar” ini, terletak sekitar 18 km dari pusat Kota Batu. Hutan yang hijau, air panas alami, dan udara pegunungan yang sejuk siap menyambut siapa saja yang singgah ke tempat ini. Perjalanan ke lokasi wisata inipun merupakan sebuah perjalanan yang menyenangkan, karena meskipun harus melewati jalan sejauh 10 km dari Junggo yang berkelok-kelok dan agak sempit, keindahan pemandangan di sepanjang perjalanan akan membuat anda tidak merasakan jauhnya jarak yang harus ditempuh (Ekawatia Edawva, 2007).
            Sumber mata air panas yang berasal dari Gunung Welirang ini bersuhu sekitar 30 sampai dengan 40 derajat celcius. Aroma belerang juga masih tercium meskipun tidak begitu pekat. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, air belerang ini sangat baik untuk menyembuhkan aneka macam penyakit kulit. Dulu air panas ini ditampung dalam sebuah kolam yang dipagari seadanya karena tempat ini belum begitu terkenal, namun sekarang, tiga kolam renang besar siap menanti anda yang ingin berendam sambil bermain-main dengan air hangat. Ruang untuk berganti pakaian juga sudah tersedia meskipun jumlahnya tidak banyak (Ekawatia Edawva, 2007).

2.2  Jamur (Fumgi)
Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau sel tunggal, eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, berproduksi seksual atau aseksual. Dalam dunia kehidupan fungi merupakan kingdom tersendiri, karena cara mendapatkan makanannya berbeda dengan organisme eukariotik lainnya yaitu melalui absorpsi  (Gandjar, 1999).
Sebagian besar tubuh fungi terdiri dari atas benang-benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu miselium. Miselium dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi meresap menyerap nutrient dari lingkungan , dan miselium fertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungi tingkat tinggi maupun tingkat rendah mempunyai cirri khas yaitu berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang merupakan fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium, sedangkan khamir merupakan fungi bersel tunggal da tidak berfilamen (Medhy, 2013).
Fungi ada yang bersifat parasit dan ada pula yang bersifat saprofit. Parasit apabila dalam memenuhi kebutuhan makanannya dengan mengambil dari benda hidup yang ditumpanginya, sedangkan bersifat saprofit apabila memperoleh makanan dari benda mati dan tidak merugikan benda itu sendiri. Fungi dapat mensintesis protein dengan mengambil sumber karbon dari karbohidrat  (misalnya glukosa, sukrosa atau maltosa), sumber nitrogen dari bahan organik atau anorganik, dan mineral dari substratnya. Ada juga beberapa fungi yang dapat mensintesis  vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan biakan sendiri, tetapi ada juga yang tidak dapat mensintesis sendiri sehingga harus mendapatkan dari substrat misalkan tiamin dan biotin (Dwidjoseputro, 2005).
Fungi (jamur) merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum. Fungi umumnya  multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan dan reproduksinya. Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Tubuh jamur tersusun atas komponen dasar yang disebut hifa. Hifa merupakan pembentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium yang menyusun jalinan-jalinan semua menjadi tubuh. Bentuk hifa menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa umumnya mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa sinostik. Struktur hifa sinostik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma (Aqsha, 2013).
Baik jamur yang bersahaja maupun jamur yang tingkat tinggi tubuhnya mempunyai ciri yang khas yaitu berupa benang tunggal bercabang-cabang yang disebut miselium, atau berupa kumpulan benang-benang yang padat menjadi satu. Hanya golongan ragi (sacharomycetes) itu tubuhnya berupa sel-sel tunggal ciri kedua adalah jamur tidak mempunyai klorofil, sehingga hidupnya terpaksa heterotrof. Sifat ini menguatkan pendapat, bahwa jamur itu merupakan kelanjutan bakteri di dalam evolusi (Waluyo, 2005).
Golongan jamur mencakup lebih daripada 55.000 spesies, jumlah ini jauh melebihi jumlah spesies bakteri. Tentang klasifikasinya belum ada ketentuan pendapat yang menyeluruh diantara para sarjana taksonomi. Bakteri dan jamur merupakan golongan tumbuh-tumbuhan yang tubuhnya tidak mempunyai diferensiasi, oleh karena itu disebut tumbuhan talus (thallophyta), lengkapnya thallophyta yang tidak berklorofil. Ganggang adalah thallophyta yang berklorofil  (Waluyo, 2005).
Jamur adalah mikroorganisme eukariot heterotrof, tidak dapat melakukan fotosintesis yang berkembang biak dengan spora yang khas. Jamur dapat juga berkembang biak dengan aseksual maupun seksual. Beberapa jamur merupakan organisme yang uniseluler, tetapi kebanyakan jamur membentuk filamen yang merupakan sel vegetatif yang dikenal dengan sebutan miselium. Miselium adalah kumpulan hifa atau filamen yang menyerupai tube. Fungi juga dapat dideskripsi sebagai organiusme yang tidak berklorofil, bersifat parasitik dan saprofitik, bersel tunggal atau banyak menyerupai struktur vegetatif yang berupa filamen yang dilindungi oleh dinding sel yang tersusun dari zat kitin atau polisakarida. Tumbuhan dan fungi memiliki dinding sel, dinding sel ini yang membedakan fungi atau tumbuhan dengan sel hewan. Karena sifat yang heterotrofik, hal yang berlawanan dengan sifat yang autotrofik, maka fungi dikeluarkan dari dunia tumbuhan menjadi digolongkan dalam dunia fungi tersendiri. Dalam mencerna makanannya, fungi memiliki kemiripan dengan hewan. Fungi memproses cadangan makanannya dalam bentuk glikogen seperti halnya yang terjadi pada hewan. Dinding sel fungi tersusun dari zat kitin yaitu karbohidrat yang mengandung nitrogen, sementara tumbuhan dinding selnya terbuat dari selulosa (Echa, 2013).
Jamur dibagi menjadi 2 yaitu khamir (Yeast) dan kapang (Mold). Khamir adalah bentuk sel tunggal dengan pembelahan secara pertunasan. Khamir mempunyai sel yang lebih besar daripada kebanyakan bakteri, tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar.khamir sangat beragam ukurannya,berkisar antara 1-5 μm lebarnya dan panjangnya dari 5-30 μm atau lebih. Biasanya berbentuk telur,tetapi beberapa ada yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat variasi yang luas dalam hal ukuran dan bentuk.Sel-sel individu, tergantung kepada umur dan lingkungannya. Khamir tidak dilengkapi flagellum atau organ-organ penggerak lainnya. Tubuh atau talus suatu kapang pada dasarnya terdiri dari 2 bagian miselium dan spora (sel resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 μm, dibandingkan dengan sel bakteri yang biasanya berdiameter 1 μm. Disepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma bersama (Coyne, 2009).
Jamur tidak dapat hidup secara autotrof, melainkan harus hidup secara heterotrof. Jamur hidup dengan jalan menguraikan bahan-bahan organik yang ada dilingkungannya. Umumnya jamur hidup secara saprofit,artinya hidup dari penguraian sampah sampah-sampah organic seperti bangkai, sisa tumbuhan, makanan dan kayu lapuk, menjadi bahan-bahan anorganik. Ada pula jamur yang hidup secara parasit artinya jamur mendapatkan bahan organik dari inangnya misalnya dari manusia, binatang dan tumbuhan. Adapula yang hidup secara simbiosis mutualisme, yakni hidup bersama dengan orgaisme lain agar saling mendapatkan untung, misalnya bersimbiosis dengan ganggang membentuk lumut kerak (Syamsuri, 2004).
Jamur uniseluler misalnya ragi dapat mencerna tepung hingga terurai menjadi gula, dan gula dicerna menjadi alkohol. Sedangkan jamur multiseluler misalnya jamur tempe dapat mengaraikan protein kedelai menjadi protein sederhana dan  asam amino. Makanan tersebut dicerna diluar sehingga disebut pencernaan ekstraseluler, sama seperti pada bakteri. Caranya sel-sel yang bekerja mengeluarkan enzim pencernaan. Enzim-enzim itulah yang bekerja menguraikan molekul-molekul kompleks menjadi molekul-molekul sederhana (Syamsuri, 2004).
Ciri-ciri jamur organisme yang termasuk dalam kelompok jamur, anggotanya mempunyai ciri-ciri umum yaitu uniseluler atau bersel satu atau multi seluler  (benang-benang halus), tubuhnya tersusun atas hifa (jalinan benang-benang halus), eukariotik (mempunyai membran inti), tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, yaitu secara saprofit, parasit dan simbiosis, dinding selnya tersusun atas zat kitin, cadangan makanan tersimpan dalam bentuk glikogen dan protein, pencernannya berlangsung secara ekstraseluler, dimana makanan sebelum diserap disederhanakan terlebih dahulu oleh enzim ekstraseluler yang dikeluarkan dari hifa jamur, memiliki keturunan yang bersifat haploid lebih singkat, reproduksi jamur uniseluler dilakukan secara aseksual dengan membentuk spora. Jamur multiseluler secara aseksual dengan cara memutuskan benang hifa ( fragmentasi ), zoospore, endospora, dan konidia. Sedangkan secara seksual melalui peleburan inti jantan dan inti betina sehingga dihasilkan spora askus  atau basidium (Ita, 2013 ).amur hidup tersebar dan terdapat ditanah, air vegetasi, badan hewan, makanan, dibangunan, bahkan pada tubuh manusia. Jamur dapat tumbuh dan berkembang pada kelembaban dan pada suhu yang tinggi. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 4.250 sampai 12.000 jenis jamur. Dari jumlah tersebut dalam kehidupan memiliki peran  masing-masing dihabitatnya baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung bagi manusia Jamur merupakan organisme yang mirip tumbuhan tetapi tidak memiliki klorofil. Dalam klasifikasi system tiga kingdom, jamur (fungi) dikelompokkan sendiri terlepas dari kelompok plantae (tumbuhan) karena jamur tidak berfotosintesis dan dinding selnya bukan dari selulosa (Yamin, 2013).
Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler umunya berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Habitat jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab. Jamur uniseluler dapat berkembangbiak dengan dua cara yaitu vegetatif dapat dilakukan dengan cara membentuk spora, membelah diri, kuncup (budding). Secara generatif dengan cara membentuk spora askus. Sedang untuk jamur multiseluler reproduksi vegetatif dengan cara fragmentasi, konidium, zoospora. Secara generatif dapat dilakukan dengan cara konjugasi, hifa yang akan menghasilkan zigospora, spora askus, spora basidium (Indah, 2009).
Kingdom fungi dibagi menjadi enam divisi yang berbeda dalam hal struktur hifa dan struktur penghasil spora, yaitu sebagai berikut (Indah,2009) :
A.    Myxomycotina (Jamur Lendir)
Myxomycotina merupakan jamur yang paling sederhana. Mempunyai 2 fase hidup, yaitu fase vegetatif (fase lendir) yang dapat bergerak dapat bergerak seperti amoeba, disebut plasmodium dan fase tubuh buah.
Reproduksi : secara vegetatif denga spora, yaitu spora kembara yang disebut myxoflagelata. Contoh spesies : Physarum polycephalum (Tjitrosoepomo, 1989).
B.     Oomycotina
Tubuhnya terdiri atas benang/hifa tidak bersekat, bercabang-cabang dan mengandung banyak inti. Reproduksi (Bold, 1987):
1.      Vegetatif : yang hidup di air dengan zoospora yang hidup di darat dengan sporangium dan konidia.
2.      Generatif : bersatunya gamet jantan dan betina membentuk oospora yang selanjutnya tumbuh menjadi individu baru.
3.      Contoh spesies : Saprolegnia sp. : hidup saprofit pada bangka ikan, serangga darat maupun serangga air. Phytophthora infestans : penyebab penyakit busk pada kentang
C.     Zygomycotina
1.      Habitat di darat, ditanah yang lembab atau sisa organisme mati
2.      Hifanya bercabang banyak tidak bersekat saat masih muda dan bersekat setelah menjadi tua
3.      Reproduksi vegetatif dengan cara membentuk spora tak berflagel (aplanospora) dan generatif dengan cara gametangiogami dari dua hifa yang kompatibel/konjugasi dengan menghasilkan zigospora. Contohnya : Rhizopus sp (Bold, 1987).
D.    Ascomycotina
Hidup saprofit di dalam tanah atau hipogean, hidup di kotoran ternak kemudian disebut koprofil ada juga yang parasit pada tumbuhan. Tubuhnya terdiri atas benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel (Duta, 1986)
E.     Basidiomycotina
Umumnya makroskopis atau mudah dilihat dengan mata telanjang. Miseliumnya bersekat dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (Indah Najmi, 2009):
1.      Miselium primer (miselium yang sel-selnya berinti satu, umumnya berasal dari perkembangan basidiospora).
2.      Miselium sekunder (miselium yang sel penyusunnya berinti dua, miselium ini merupakan hasil konjugasi dua miselium primer atau persatuan dua basidiospora)
Cara reproduksi dibedakan menjadi dua, yaitu (Indah Najmi, 2009) :
a         Vegetatif (dengan membentuk tunas, dengan konidia, dan fragmentasi miselium).
b        Generatif (dengan alat yang disebut basidium, basidium berkumpul dalam badan yang disebut basidiokarp, yang menghasilkan spora yang disebut basidiospora).
F.      Deuteromycotina
Belum diketahui tingkat seksualnya, disebut juga jamur tidak sempurna (fungi imperfecti). Pembiakan vegetatif dengan menggunakan konidium, sedang alat pembiakan generatifnya (askus atau basidium) belum atau tidak dikenal (John, 1992).

2.3  Lumut Kerak (Lichen)
            Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan algae sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut kerak ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu (Misra, 1978).
            Algae dan jamur bersimbiosis membentuk lichens baru jika bertemu jenis yang tepat. Dimana sedikit banyak berpengaruh, seperti jamur tidak bisa melakukan fotosintesis, kemampuan ini secara alami dilakukan secara bebas oleh algae. Lichens biasanya ditemukan disekitar lingkungan dimana organisme lain tidak dapat tumbuh dan mereka berhasil membuat suatu koloni pada lingkungan tersebut yang dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur (Duta, 1968).
            Lichenes hidup sebagai epifit pada pohon-pohonan, tetapi dapat j.uga di atas tanah terutama di daerah tundra di sekitar kutub utara.. di daerah ini areal dengan luas ribuan km2 tertutup oleh lichenes. Baik di atas cadas maupun di dalam batu, tidak terikat tingginya tempat. Lichenes dapat kita temukan di tepi pantai sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong dalam tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Beberapa jenis dapat masuk pada bagian pinggir batu-batu. Oleh karena itu disebut bersifat endolitik (Yurnaliza, 2010).
            Algae yang ikut menyusun tubuh lichenes disebut gonidium, dapat bersel tunggal atau berkoloni. Kebanyakan genidium adalah ganggang biru (Cyanophyceae) antara lain Chroococcus dan Noscoc, kadang-kadang juga ganggang hijau (Chlorophyceae) misalnya Cystococcus dan Trentepohlia (Tjitrosoepomo, 1989).
            Sebagian besar lichens tumbuh secara ekstrim lambat – untuk tumbuh 2 cm saja, lichens yang tumbuh pada batu bisa menempuh waktu bertahun-tahun. Pengukuran pertumbuhan lichens, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak lebih 3 cm/tahun tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan yang turun dan sinar matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya. Walaupun lichens hidup tumbuh dialam pada kondisi yang tidak menguntungkan, lichens sangat sensitif terhadap pencemaran udara dan cepat menghilang pada daerah yang mempunyai kadar polusi udara yang berat. Salah satu yang menyebabkan ini terjadi lichens dapat menyerap dan mengendapkan mineral dari air hujan dan udara dan tidak dapat mengeluarkannya sehingga konsentrasi senyawa yang mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk (Misra,1978).
1.      Morfologi Thallus
a.       Morfologi Luar
            Tubuh lichens dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, orange, coklat atau merah dengan habitat yang bervariasi (Misran, 1978).
            Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan lichens.Algae selalu berada pada bagian permukaan dari thallus.Berdasarkan bentuknya lichens dibedakan atas empat bentuk (Misran, 1978):
1)      Crustose
            Lichens yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium.
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut
leprose.
2)      Foliose
            Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria elegans, Physcia aipolia, Peltigera malacea, Parmelia
sulcata dan lainnya.
3)      Fruticose
            Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Contoh: Usnea,Ramalina dan Cladonia.
4)      Squamulosa
            Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia. Contoh: Psora pseudorusselli dan Cladonia carneola.
b.      Morfologi dalam
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu (Misra, 1978) :
1.      Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini. merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
2.      Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
3.      Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis lichens tidak mempunyai korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi.
Perkembangbiakan lichens melalui tiga cara, yaitu (Bold, 1987) :
a.       Secara Vegetatif
·         Fragmentasi, yaitu perkembangbiakan dengan memisahkan bagian tubuh yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru. Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan fragmen. Pada beberapa fruticose lichens, bagian tubuh yang lepas tadi, dibawa oleh angin ke batang kayu dan berkembang tumbuhan lichens yang baru. Reproduksi vegetatif dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk peningkatan jumlah individu.
·         Isidia. Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika kondisinya sesuai.
·         Soredia. Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang membelah dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan yang dapat terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus, soredium tersebar seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens baru. Lichens yang baru memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.
b.      Secara Aseksual
        Metode reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan spora yang sepenuhnya bergantung kepada pasangan jamurnya. Spora yang aseksual disebut pycnidiospores (Tjitrosoepomo, 1989).
        Pycnidiospores berukuran kecil, sporanya yang tidak motil, dan diproduksi dalam jumlah yang besar disebut pygnidia. Pygnidia ditemukan pada permukaan atas dari thallus yang mempunyai suatu celah kecil yang terbuka yang disebut Ostiole. Dinding dari pycnidium terdiri dari hifa yang subur dimana jamur pygnidiospore berada pada ujungnya. Tiap pycnidiospore menghasilkan satu hifa jamur. Jika bertemu dengan algae yang sesuai terjadi perkembangan menjadi lichens yang baru (Tjitrosoepomo, 1989).
c.       Secara Seksual
Perkembangan seksual pada lichens hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens (Tjitrosoepomo, 1989).

2.4  Lumut (Bryophyta)
            Lumut Merupakan jenis tumbuhan rendah yang beradaptasi dangan lingkungan darat dan mempunyai tingkat perkembangan lebih tinggi dari pada Thalophyta. Pada umumnya tumbuhan lumut menyukai tempat-tempat lembab dan basah di dataran rendah hingga dataran tinggi. Tumbuhan lumut berwarna hijau karena mempunyai sel-sel dengan plastida yang menghasilkan klorofil a dan b. Lumut bersifat autotrof yang merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan lumut berkormus dan bertalus. Lumut dapat beradaptasi untuk tumbuh di tanah yang belum mempunyai jaringan pengangkut tetapi sudah memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa (Birsyam, 1992).
            Batang dan daun tegak memiliki susunan berbeda-beda. Batang apabila dilihat secara melintang akan tampak susunan sel kulit, lapisan kulit dalam (korteks), silinder pusat yang terdiri dari sel-sel parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut air dan garam-garam mineral serta belum terdapat floem dan xilem. Sel-sel daunnya kecil, sempit, panjang, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala. Lumut hanya dapat tumbuh memanjang tetapi tidak membesar, karena tidak ada sel berdinding sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong. Rizoid seperti benang sebagai akar untuk melekat pada tempat tumbuhnya dan menyerap garam-garam mineral (Birsyam, 1992).
            Struktur sporofit (sporogonium) tubuh lumut terdiri dari vaginula, seta, apofisis, kaliptra, dan kolumela. Sporofit tumbuh pada gametofit menyerupai daun. Gametofit berbentuk seperti daun dan di bagian bawahnya terdapat rizoid yang berfungsi seperti akar. Jika sporofit tidak memproduksi spora, gametofit akan membentuk anteridium dan arkegonium untuk melakukan reproduksi seksual (Yulianto, 1992).
            Reproduksi lumut bergantian antara fase seksual dan aseksual melalui pergiliran keturunan atau metagenesis. Reproduksi aseksual dengan spora haploid yang dibentuk dalam sporofit. Reproduksi seksualnya dengan membentuk gamet-gamet dalam gametofit. Ada dua macam gametangium yaitu arkegonium (gametangium betina) bentuknya seperti botol dengan bagian lebar yang disebut perut, yang sempit disebut leher dan anteridium (gametangium jantan) yang berbentuk bulat seperti gada. Jika anteridium dan arkegonium dalam satu individu tumbuhan lumut, maka disebut berumah satu (monoesis). Jika dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja, tumbuhan lumut tersebut disebut berumah dua (diesis) (Yulianto, 1992).
            Dinding spora terdiri atas dua lapisan, yang luar kuat disebut eksosporium dan yang dalam lunak disebut endosporium. Jika spora berkecambah, eksosporium pecah (Tjitrosoepomo, 2011).
            Selain pembiakan dengan spora, pada lumutterdapat pula pembiakan vegetative dengan kuncup eram, yang terjadi dengan bermacam-macam cara pada protonema, talus, atau bagian-bagian lain pada tubuh lumut. Kuncup eram dapat melepaskan diri dari induknya dan tumbuh menjadiindividu baru. Selain dari itu, semua bagian tubuh lumut jika dipotong menunjukkan daya regenerasi yang sangat besar (Tjitrosoepomo, 20011).
            Lumut yang sudah teridentifikasi mempunyai jumlah sekitar 16 ribu spesies dan telah dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu: lumut hati, lumut tanduk dan lumut daun (Yulianto, 1992).
1.      Lumut Hati (Hepaticopsida)
            Kebanyakan lumut hati hidup di tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai struktur yang higromorf. Bentuk lain jarang ditemukan, meskipun ada pula yang terdapat pada tempat-tempat yang amat kering, misalnya pada kulit-kulit pohon, di atas tanah atau batu cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang xeromorf (Tjitrosoepomo, 20011)
            Lumut hati tubuhnya berbentuk lembaran, menempel di atas permukaan tanah, pohon atau tebing. Terdapat rizoid berfungsi untuk menempel dan menyerap zat-zat makanan. Tidak memiliki batang dan daun. Reproduksi secara vegetatif dengan membentuk gemma (kuncup), secara generatif dengan membentuk gamet jantan dan betina. Contohnya: Ricciocarpus, Marchantia dan linularia.
2.      Lumut Tanduk (Anthoceratopsida)
            Bentuk tubuhnya seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporofitnya berupa kapsul memanjang. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Hidup di tepi sungai, danau, atau sepanjang selokan. Reproduksi seperti lumut hati. Contohnya Anthocerros sp.
            Gametofit mempunyai talus berbentuk cakram dengan tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah dengan perantaraan rizoid-rizoid. Sel-selnya hanya mempunyai satu kloroplas dengan satu pirenoid yang besar. Pada sisi bawah talus terdapat stoma dengan dua sel penutup yang berbentuk ginjal (Tjitrosoepomo, 2011)
            Nama umum dan saintifik filum ini (dari kata Yunani kerasi, tanduk) mengacu pada bentuk sporofit yang panjang dan meruncing. Sporofit biasanya dapat tumbuh setinggi 5 cm. Tidak seperti sporofit lumut hati atau lumut daun, sporofit lumut tanduk tidak memiliki seta dan hanya terdiri atas sporangium. Sporangium melepaskan spora matang ketika pecah terbuka, dimulai dari ujung tanduk. Gametofit yang biasanya berdiameter 1-2 cm, biasanya tumbuh secara horizontal dan seringkali dilekati oleh sporofit majemuk. Lumut tanduk seringkali merupakan spesies pertama yang mengolonisasi wilayah terbuka dengan tanah lembab; hubungan simbiotik dengan sianobakteria pemfiksasi-nitrogen turut berpern dalam kemampuan lumut tanduk melakukan hal ini (nitrogen seringkali tersedia dalam jumlah yang sedikit pada wilayah semacam itu) (Campbell, 2008).
3.      Lumut Daun (Bryopsida)
            Lumut daun dapat tumbuh di atas tanah-tanah gundul yang periodic mengalami masa kekeringan, bahkan dia atas pasir yang bergerak pun dapat tumbuh. Selanjutnya, lumut-lumut ini dapat ditemukan diantara rumput-rumput, di atas batu-batu cadas, pada batang-batang dan cabang-cabang pohon, di rawa-rawa, tetpi jarang di dalam air. Mengingat tempat tumbuhnya yang bermacam-macam itu, maka tubuhnya pun memperlihtkan struktur yang bermacacm-macam pula. Kebanyakan lumut daun suka pada tempat-tempat yang basah, tetapi ada pula yang tumbuh di tempt-tempat kering (Tjitrosoepomo, 2011).
            Lumut daun juga disebut lumut sejati. Bentuk tubuhnya berupa tumbuhan kecil dengan bagian seperti akar (rizoid), batang dan daun. Reproduksi vegetatif dengan membentuk kuncup pada cabang-cabang batang. Kuncup akan membentuk lumut baru. Contoh: Spagnum fibriatum, Spagnum squarosum.

            Manfaat lumut bagi kehidupan antara lain: Marchantia polymorpha untuk mengobati penyakit hepatitis, Spagnum sebagai pembalut atau pengganti kapas. jika Spagnum ditambahkan ke tanah dapat menyerap air dan menjaga kelembaban tanah (Yulianto, 1992).
            Lumut dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan diketahui memiliki kemampuan menyerap senyawa anorganik logam berat Zn, Cd, Ni dan Cu dari limbah cair dan senyawa yang diserap disimpan dalam pyrenoid yaitu kantung cadangan makanan jaringan lumut. Lumut memiliki daya serap logam berat yang lebih besar dibandingkan enceng gondok (Yuliasari, 2011).
 
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Waktu
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mata kuliah Botani Tumbuhan Tidak Berpembuluh (BTTB) dengan tema “Pengamatan Jamur, Lichen, dan Lumut” dilaksanakan pada hari Minggu, 9 November 2014

3.2  Tempat
KKL BTTB dilaksanakan di Taman Hutan Raya R. Soeryo Cangar, Batu, Malang

3.3  Cara Kerja
Cara kerja dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut.
1.      Disiapkan alat, yaitu kamera dan penggaris, serta bahan berupa kantung plastik.
2.      Diamati jamur, lichen, dan lumut yang ditemukan.
3.      Diukur jamur, lichen, dan lumut dengan penggaris dan difoto menggunakan kamera.
4.      Diambil sampel jamur, lichen, dan lumut dimasukkan ke dalam plastic.
5.      Diidentifikasi jamur, lichen, dan lumut yang didapatkan.
6.      Dicatat hasil identifikasi jamur, lichen, dan lumut.

 


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Jamur Kayu (Ganoderma applanatum)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur

(Isna, 2007)
           

      Klasifikasi Jamur Kayu (Ganoderma applanatum) menurut Iswanto (2009) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
      Filum : Basidiomyota
                  Ordo : Polyporales
                              Family : Ganodermataceae
                                          Genus : Ganoderma
                                                      Spesies : Ganoderma applanatum
     
      Hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan hutan Cangar yaitu didapatkan spesies jamur Ganoderma applanatum dengan ciri-ciri bentuknya setengah lingkaran, memiliki warna coklat di tepi dan coklat keputihan ditengahnya. Talusnya keras seperti kayu. Permukaan tubuh jamur tidak rata sehingga jika diraba teksturnya menjadi kasar. Spesies ini ditemukan menemel pada kayu yang sudah tumbang dan hamper lapuk. Jamur ini termasuk dalam Divisi Basidiomycota. Ganoderma applanatum tidak mempunyai batang dan bertumbuh di atas batang-batang. Cendawan yang baru bertumbuh berwarna kuning muda kecoklatan, setelah itu Ganoderma applanatum akan berubah warna menjadi coklat.
      Tjitrosoepomo (2011) menjelaskan, nama basidiomycota berasal dari kata basidium, yaitu suatu tahapan diploid dalam daur hidup Basidiomycota yang berbentuk seperti gada. Kelompok jamur ini dikenal karena tubuh buahnya tampak jelas di permukaan tanah atau substrat lainnya. Kelompok jamur ini memilki hifa yang bersekat-sekat. Divisi Basidiomycota adalah takson dari Kingdom Fungi yang memproduksi spora dalam bentuk kubus disebut basidium.
      Suarnadwipa (2008) menyebutkan jamur adalah organisme yang selnya berinti, dapat membentuk spora, tidak berklorofil, dan berupa benang-benang tunggal atau benang yang bercabang dengan dinding dari selulosa atau khitin atau keduanya. Dari sekian banyak jenis dan nama jamur, secara umum jamur dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu jamur kayu dan jamur bukan kayu. Jamur kayu adalah jenis jamur yang tumbuh pada pohon kayu yang telah mati. Sedangkan jamur yang bukan kayu adalah jamur yang dapat tumbuh dan hidup pada media lain, seperti serbuk gergaji, jerami, ampas tah, enceng gondok, sabut kelapa, dan lain-lain.
      Jamur kayu (Ganoderma sp.) disebut juga dengan nama jamur Lingshi yang memilki bentuk seperti kipas, kerak, papan, atau payung. Di dalam famili Polyporaceae, dijumpai jamur dari genus Poria, Polyporus, Fomex, Lenzites, dacdalia, Irpex, dan Ganoderma. Badan buah keras, berkayu, berasa pahit, dan tidak dapat dibuat sebagai bahan makanan, biasanya hanya digunakan sebagai bahan baku obat. Jamur Lingshi hidup pada pohon yang masih hidup, selain yang sudah mati. Sifat jamur adalah kosmopolitan, yaitu menyerang semua jenis pohon berkayu. Penyebaran pertumbuhan sampai daerah tropik dan subtropik (Hendritomo, 2010).
      Reproduksi pada jamur kayu (Ganoderma sp.) dijelaskan oleh Tjitrosoepomo (2011) yaitu secara aseksual dengan cara membentuk sporakonidia. Pertemuan dua hifa (+) dan hifa (-), terjadi didalam tanah menjadi tubuh buah (basidiokarp). Perkembangan basidiokarp terjadi di atas permukaann tanah sampai dengan dihasilkannya basidiospora. Pembentukan basidiospora terjadi di dalam basidium yang terletak di permukaan bawah tudung basidiokarp. Basidiomycota bereproduksi secara aseksual dengan permulaan pembentukan spora aseksual. Budding terjadi ketika suatu perkembangan sel induk dipisahkan menjadi sel baru. Setiap sel dalam organisme terdapat kuncup. Pembentukan spora aseksual paling sering terjadi di ujung struktur khusus yang disebut konidiospore.




4.2  Lichen (Usnea sp.)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
(Blackbird, 2013)

      Klasifikasi dari Usnea sp. adalah (KKP, 2010):
Kingdom   : Fungi
      Divisi   : Ascomycota
                  Kelas   : Lecanoromycetes
                              Ordo   : Lecanorales
                                          Famili   : Parmaliaceae
                                                      Genus   : Usnea
                                                                  Spesies   : Usnea sp.
            Pengamatan yang dilakukan di Hutan Cangar, Malang salah satunya ditemukan lichenes dari Genus Usnea yang menempel pada pohon (ranting kayu. Ia memiliki warna hijau keputihan yang agak pucat  dan bentuk daun yang kecil, tipis.
            Usnea termasuk tanaman epifit tahunan, hidup menempel pada pohon yang keras, thallus seperti benang, tegak atau bergantungan tanpa rhizoid dan melekat pada substrat dengan suatu cakram pelekat yang berasal dari lapisan teras (empulur), thallus bercabang-cabang yang bentuknya seperti serabut kulit seperti tanduk, rapuh atas terdiri dari hifa-hifa berdinding tebal, bersepta dan tegak lurus pada poros bujur (Miharjo, 1996).
            Lichen memproduksi metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelas termasuk senyawa turunan asam amino, asam pulvinat peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid, karotenoid, asam alifatik, fenol, monosiklik, depsides, dibenzofurans, antrakuinon, xanthones, asam usnat dan senyawa lainn (Huneck, 1999).
            Menurut Campbell (2004), bahwa secara anatomi lichenes juga memiliki bagian-bagian yang menarik karena adanya lapisan fungi atau lapisan luar korteks yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat dan menempel kuat untuk menjaga agar lumut kerak tetap tumbuh dan lapisan alga yang mengandung ganggang serta terdapat rhizome yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat dan menempel kuat pada substrat yang dikenal sebagai rhizoid atau lapisan lichens yang paling kuat melekat atau menempel pada substrat ini yang paling terkenal adalah pyrenolichenes.
            Perkembangbiakan dapat dilakukan secara seksual dan aseksual. Secara seksual dengan apothesia yang tumbuh pada ujung tubuh buah. Di dalam apothesia terdapat askupora yang berisi spora. Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan potongan atau pemutusan bagian tubuh buah yang terpisah. Tubuh buah ini kemudian tubuh menjadi individu baru dan mengeluarkan banyak tubuh buah berupa batang-batang kecil bercabang (Suhono, 2012).
            Secara tradisional, jenis liken ini di mnfaatkan sebagai bahan obat, antara lain untuk mengobati diare, disentri dan pegel linu. Liken ini juga digunakan sebagi anti biotik dan anti jamur pada luka dan pembekakan, serta mengatasi infeksi paru-paru dan TBC (Suhono, 2012).
            Terdapat sekitar 13.500 sepesies liken di permukaan bumi, yang sebagian besar dipelajari di belahan bumi empat musim. Untuk emmudahnak dalam mempelajarinya, liken di kelompokkan berdasarkan bentuk hidupnya. Ada tiga kelompok, yaitu crustose, foliose, dan fruticose. Namun, ketiga bentuk ini tidak dapat dijadikan dasar taksonomi liken, karena liken yang tergolong satu suku atau bahkan satu marga dapat berbentuk crustose, foliose, dan fruticose. Banyak ahli liken menambahkan satu ebntuk algi yaitu squamulose. System pengklasifikasian liken masuk dalam system klasifikasi fungi. (Suhono, 2012).
            Lichen diketahui memiliki beberapa manfaat. Organisme ini menmghasilkan metabolit sekunder yang ebrperan penting dalam membedakan jenisnya.Penggunaan langsing dari senyawa sekunder ini dapat dilihat pada produk obat-obatan, bahan pencelup, dan komponen parfum. Dialam, senyawa ini berperaperan sebagai pertahanan diri liken sebagai herbifora, juga membantu ememcahkan substrat batu. Liken mengandung jenis sianobakteri sebagai fotobion yang menyediakan nitrogen terfiksasi untuk lingkungan. merupakan penyedia makanan untuk kehidupan satwa liar seperti rusa, musang, elk, tupai tikus dan klelawar, juga perlindungan bagi beberapa jenis ngengat. Beberapa jenis burung menggunakan liken fructose untuk sarangnya. Di Jepang liken di rebus dalam sup, dimakan mentah-mentah, dibuat salad, maupun dikonsumsi sebagai kudapan (Suhono, 2012).
            Lichen adalah organisme yang sensitive terhadap kerusakan lingkungan sehingga berpotensi digunakan sebagai bioindikator dan biomonitor dari kestabilan suatu ekosistem (Suhono, 2012).
4.3  Lumut (Anthoceros)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur











                            (Li Zhang, 2008)

            Klasifikasi dari Lumut tanduk (Anthoceropsida) (Ariyani,2008):
Kingdom: Plantae
            Divisio: Anthocerotophyta
                        Kelas: Anthocerotopsida
                                    Ordo: Anthocerotales
                                                Famili: Anthocerotaceae
                                                            Genus: Anthoceros
                                                                        Spesies: Anthoceroslaevis        
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan mengenai lumut, ditemukan pula lumut jenis lumut tanduk dengan spesies Anthoceroslaevis,  pada spesies ini ditemukan disup di sekitar daerah hutan cangar dan menempel pada bebatuan di tempat yang lembab, selain itu pada talus bagian talusnya berbentuk lembaran, pada sporofitnya membentuk kapsul memanjang yang tumbuh seperti tanduk, lumut ini juga memiliki rizhoid yang menyerupai akar pada tumbuhan tingkat tinggi, rizhoid ini memiliki fungsi sebagai tempat menempel kepada substrat tempat hidupnya.
Menurut literatur, Estiati (1995) menyatakan bahwa lumut tanduk (Anthocerotopsida) memiliki bentuk tubuh seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporofitnya berupa kapsula memanjang. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Hidup ditepi sungai , danau atau sepanjang selokan. Reproduksi seperti lumut hati. Salah satu contohnya adalah Anthoceros sp.
Bangsa ini hanya memuat beberapa marga yang biasanya dimasukkan dalam satu suku saja,yaitu suku Anthocerotaceae. Berlainan dengan golongan lumut hati lainnya, sporogonium Anthocerotales mempunyai susunan dalam yang lebih rumit.Gametofit mempunyai talus berbentuk cakram ddengan tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah dengan perantaraan rizoid-rizoid. Susunan talusnya masih sederhana. Sel-selnya hanya mempunyai satu kloroplas dengan satu pirenoid yang besar, hingga mengingatkan kita kedapa kloroplas sel-sel ganggang. Pada sisi bawah talus terdapat stoma dengan dua sel penutup yang berbentuk ginjal. Stoma itu kemudian hampir selalu terisi dengan lendir (Tjitrosoepomo,2009).
Lumut tanduk merupakan kelompok kecil yang berkerabat dengan byophyta lainnya tetapi cukup berbeda untuk memisahkannya dalam kelas tersendiri yang mencakup kira-kira 300 spesies. Genus yang paling dikenal ialah Anthoceros, dan spesies-spesiesnya agak umum dijumpai di tepi sungai atau danau dan acapkali disepanjang selokan, tepi jalan yang basah atau lembab. Tubuh utama adalah gametofitnya yang berwarna biru gelap, berlekuk-lekuk dan bentuknya agak bulat. Sel-selnya biasanya mengandung satu kloroplas yang besar yang mencakup pirenoid, yang diduga ada persamaan dengan pirenoid algae tertentu. Sporofit biasanya kapsul berbentuk silinder yang berbentuk bulir dengan panjang beberapa sentimeter, dan kadang-kadang sampai 5-6 cm. pangkal sporofit dibentuk dengan selubung dari jaringan gametofit. Dasar kapsul meluas arah ke bawah sebagai kaki, suatu organ yang melekat dan menyerap, terbena  dalam-dalam di dalam jaringan talusnya. Dalam beberapa segi, struktur kapsul Anthoceros menyerupai kapsul lumut sejati (Birsyam,1992).
Stuktur kapsul Anthoceros dalam beberapa segi menyerupai kapsul tumbuhan lumut, suatu kondisi yang dianggap sebagai suatu contoh untuk evolusi konvergen. Irisan melintang melalui kapsul menunjukan kelompok sel-sel steril, yaitu kolumnela, di tengah-tengah. Sekeliling kolumner terdapat silinder berongga yang berisi elater dan tetrad spor-spora. Kedua struktur ini secara vertical memanjang ke seluruh kapsul. Di luar ada zona sel-sel steril yang terlinung oleh epidermis diselingi oleh stomata yang sama dengan stomata pada tumbuhan berpembuluh. Adanya kloroplas dalam sel-sel daerah steril tadi menyebabkan sporofit matang hampir seluruhnya tidak bergantung pada gametofit akan bahan makanan, meskipun masih memerlukan air dan mineral dari gametofit. Bila menjadi matang, dinding kapsul membelah menjadi dua katup dan spora-spora dilepaskannya (Prawiro,2007).
Setelah beberapa saat tumbuh, kapsul itu memanjang karena aktivitas daerah meristematik di dasarnya. Zona ini menghasilkan semua macam sel yang terdapat dalam kapsul matang jaringan steril dan jaringan penghasil spora. Jadi, selagi spora-spora itu menjadi masak dan ditenaskan dari bagian atas kapsul, maka spora-spora baru terus menerus dihasilkan di bawahnya. Pada beberapa spesies, kapsulnya terus tumbuh dan membentuk spora-spora baru selama gametofit itu hidup (Estiati,1995).
Beberapa anterodium terkumpul dalam satu lekukan pada sisi atas talus, demikian pula arkogeniumnya. Zigo mula-mula membelah menjadi dua sel dengan satu dinding pemisah melintang. Sel yang diats terus membelah-belah dan merupakan sporogonium, yang bawah membelah-belah merupakan kaki sporogonium. Sel-sel yang mempunyai kaki sporogonium. Berbentuk sebagai rizoid, melekat pada talus gametofitnya. Bagi sporogonium, kaki itu berfungsi sebagai alat penghisap (Haustorium). Sporogonium tidak bertangkai, mempunyai bentuk seperti tanduk, panjangnya 10-15 cm. jika telah masak pecah seperti buah polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan yang terdiri dari beberapa deretan sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolume itu diselubungi oleh jaringan yang diselubungi oleh jaringan yang akan mengasilkan spora, yang disebut arkespora. Selain spora, arkespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang dinamakan elatera. Berbeda dengan lumut hati lainnya masaknya kapsul spora pada sporogonium itu tidak bersama-sama, akan tetapi dimulai dari atas dan berturut-turut sampai pada bagian bawahnya. Dinding sporogoni yang mempunyai stomata dengan dua sel penutup dan selain itu sel-selnya mengandung kloroplas (Tjitrosoepomo,2009).