KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAHAN ORDE BARU
1. Kebijakan Ekonomi
Program pemerintah pada awal orba diarahkan
pada usaha penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi
ekonomi. Untuk melaksananakannya, MPRS mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XXII
Tahun 1966 tentang Pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan
Pembangunan. Berikut tiga program yang harus diselesaikan secara ertahap oleh
pemerintah.
a. Program penyelamatan
b. Program stabilisasi dan rehabilitasi
c. Program pembangunan
Untuk melaksanakan program tersebut, ketua
presidium Kabinet Ampera mengeluarkan petunjuk dan instruksi sebagai berikut.
a. Mengadakan operasi pajak.
b. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan
dengan menghitung pajak sendiri (MPS) dan menghitung pajak orang lain (MPO).
c. Penghematan di bidang pengeluaran pemerintah, khususnya pengeluaran yang
konsumtif dan rutin, serta menhapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
d. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Kebijakan ekonomi yang berorientasi ke luar
negeri yaitu melakukan permintaan pinjaman dari luar negeri. Paca orde lama,
hutang Indonesia mencapai USS2,2-2,7 miliar. Untuk mengatasinya, pemerintah
Indonesia berusaha meminta Negara kreditor untuk menunda pembayaran hutang (rescheduling).
Atas prakarsa Jepang, pada tanggal 19-20
September 1966 diadakan perundingan di Tokyo, Jepang (Tokyo Club). Dalam
perundingan tersebut pemerintah Indonesia mengemukakan bahwa devisa ekspor
untuk pembayaran hutang dipakai untuk mengimpor bahan baku dan spare part.
Kemudian diadakan perundingan lanjutan di Paris, Prancis (Paris Club) dengan
hasil sebagai berikut.
a. Indonesia mendapatkan penangguhan hingga kurun waktu tahun 1972-1978.
b. Hutang-hutang Indonesia yang jatuh tempo pada tahun 1969 dan 1970 juga
mendapat pertimbangan untuk ditunda dengan pemberian syarat-syarat yang lunak
dalam pelunasannya.
Perundingan dengan beberapa Negara maju
dilanjutkan pada tanggal 23-24 Februari 1947 di Amsterdam, Belanda (Inter
Governmental Group for Indonesia).
2. Kebijakan Politik
a. Membatasi hak-hak politik bagi bekas anggota PKI dan keluarganya.
b. Partai-partai yang berdiri tidak sebanyak pada pemilu I pada tahun 1955.
Ada 10 partai yang ikut menjadi peserta pemilu tahun 1971.
c. Berhasil melaksanakan pemilu sebanyak enam kali.
d. Pemerintah mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1975 tentang Fusi Partai-Partai.
e. Menerapkan azas tunggal yang dianut Indonesia, yaitu Pancasila.
f. Pemerintahan yang sentralistik.
3. Kebijakan Industri
Pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian. Secara garis besar, ada dua macam industri di Indonesia
yaitu industry pertanian dan nonpertanian.
a. Industri Pertanian
Bentuk-bentuk industry pertanian di Indonesia antara lain:
·
Industri pengolahan hasil tanaman pangan
termasuk holtikultura.
·
Industri pengolahan hasil perkebunan,
seperti indutri minyak kelapa.
·
Industri pengolahan hasil perikanan,
seperti industri pengolahan udang, rumput laut,dll.
·
Industri pengolahan hasil hutan, seperti
industri pengolahan kayu, rotan, dll.
·
Industri pupuk.
·
Industri pertisida.
·
Industry mesin dan peralatan pertanian.
Pabrik industri pengolahan pertanian
tersebut, antara lain pabrik ban mobil di Bogor, pabrik kina di Bandung, pabrik
kertas di Leces dan Pandalarang, pabrik pengolahan udang di Sematang, dll.
Hasil dari olahan pabrik-pabrik tersebut kemudian diekspor dan mendatangkan
devisa bagi Negara.
b. Industri Nonpertanian
Dalam perkembangannya, Indonesia telah mendirikan beberapa industri
nonpertanian antara lain pabrik semen di
Gresik, Padang, Cibinong, Makassar, dll. Dibidang perindustrian, terdapat suatu
proses yang disebut dengan industry pengolahan. Dalam industry pengolahan terbagi dalam dua macam industri, antara lain:
·
Industri
Hulu
Industri yag
memproduksi barang untuk keperluan industri lain, seperti:
ü Industri besi
ü Industri baja
ü Industri pemintalan benang
ü Industri penggergajian kayu
ü Industri penyamakan kulit
·
Industri
Hilir
Industri barang
yang memakai bahan dasar yang berasal dari industri hulu, seperti:
ü Industri pakaian jadi
ü Industri mebel
ü Industri sepatu
Sejak pelita IV sektor industri semakin meningakat, bahkan
pelan-pelan mulai menggantikan sektor pertanian dalam sumbangannya kepada
produk domestik bruto (PDB).
4.
Revolusi Hijau
Revolusi hijau merupakan istilah yang digunakan sejak tahun 1960
untuk melukiskan usaha pengembangan dan pendiversifikasian hasil pertanian.
Salah satu masalah ysng dihadapi pemerintah orba adalah produksi pangan yang
tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Pada tahun 1984
(pelita IV) Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras.
di Indonesia Revolusi Hijau dilakukan dengan metode sebagai
berikaut.
a.
Enkstensifikasi
Pertanian.
Usaha untuk
meningaktkan produksi pertanian dengan cara melakukan perluasan areal
pertanian. Cara yang biasa ditempuh adalah dengan membuka hutan untuk dijadikan
lahan pertanian.
b.
Intensifikasi
Pertanian
Usaha untuk
meningkatkan produksi pertanian melalui penggunaan bibit unggul, pupuk kimia,
perbaikan saluran irigasi, obat dan pestisida pemberantas hama. Metode ini
sangat cocok digunakan di Indonesia.
c.
Diversifikasi
Pertanian
Usaha untuk
meningkatkan produksi pertanian dengan cara melakukan penganekaragaman tanaman
pertanian.
d.
Mekanisasi
Pertanian
Usaha untuk meningkatkan produksi
pertanian denagn cara menggunakan alat-alat modern dalam bidang pertanian.
Revolusi Hijau bertujuan untuk mengubah petani-petani gaya lama (peasant)menjadi
petani-petani gaya baru (farmers). Institut Pertanian Bogor
mempersiapkan lima teknik pertanian yan disebut dengan pacausaha tani.
Unsur-unsur pancausaha tani antara lain:
a.
Pemupukan
yang teratur
b.
Pemberantasan
hama secara intensif
c.
Pemilihan
bibit unggul
d.
Pengolahan
tanah yang baik
e.
Pengairan
Program penyuluhan pada masa orba disebut Bimas Gotong Royong yang
ditetapkan pada awal pelita I. Melalui program ini pemerintah menunjang
partisipasi para petani dengan cara sebagai berikut.
a.
Menyediakan
fasilitas dan kebutuhan petani sebagai produsen padi
b.
Menambah
pendapatan para petani dengan menaikkan harga padi pada tingkat yang memadai
Setelah program Bimas Gotong Royong dirasa cukup berhasil, maka
dilaksanakan pula intensifikasi masyarakat (inmas). Program inmas yang
dilaksanakan dan disempurnakan meliputi hal-hal berikut.
a.
Memperbaiki
sistim pengairan
b.
Penyediaan
bibit unggul
c.
Penyediaan
obat hama
d.
Memperlancar
penyediaan kredit
e.
Mempermudah
cara-cara pengembalian kredit
5.
Kebijakan IPTEK
Berkenaan dengan bacaan-bacaan
“liar”, politik perbukuan pemerintah Belanda membentuk Commissie Voor de Inlandsche
School en Volkslentuur (Komisi Bacaan Rakyat) pada 14 September 1908.
Komisi ini bertugas untuk memilih buku-buku baik yang dapat menjadi bacaan bagi
penduduk pribumi dan memberi pertimbangan kepada Direktur Pendidikan yang
mengurus sekolah-sekolah pribumi. Pada tahun 1917, komisi ini berkembang
menjadi lembaga otonom yang mengontrol pengumpulan naskah, percetakan,
penerbitan, yang dianggap pemerintah bermutu. Lembaga ini kemudian dikenal
dengan nama Balai Poestaka.
Pada periode Demokrasi Terpimpin,
praktik pelarangan buku secara resmi muncul pertama pada akhir 1950-an seiring
dengan semakin meningkatnya kekuasaan militer dalam politik di Indonesia.
Penguasa militer mengeluarkan peraturan No PKM/001/9/1956 untuk mengontrol
kebebasan berekspresi, terutama pemberitaan pers. Pelarangan kemudian semakin
meluas. Sepanjang tahun 1957, penguasa militer melarang tidak kurang dari 33
penerbitan dan menutup 3 kantor berita.
Pelarangan ini terus berlanjut
hingga masa Orde Baru. Pada tahun 1989, Jaksa Agung dan lembaga-lembaga
(militer) membentuk Clearing House yang berfungsi meneliti isi buku
dan memberi rekomendasi kepada Jaksa Agung. Lembaga ini terus bergerak dan
mengawasi peredaran buku meski masa kekuasaan Orde Baru secara resmi telah
tumbang dan tergantikan dengan periode Reformasi.
Kondisi semacam ini, membuat
berbagai pihak yang terlibat dalam perbukuan harus berhati-hati memilih tema
agar aman dari ancaman penguasa. Hal ini tidak hanya berimbas pada
penerbitannya, melainkan juga penulisnya. Banyak penulis yang dari masa ke masa
diasingkan dan dipenjarakan karena tulisannya. Pada akhirnya, penulis dan
penerbit (sebagai pelaku industri) bekerja sama dalam membungkus buku agar
tidak terlihat sebagai ancaman negara. Tema-tema yang dibicarakan kemudian adalah
tema-tema yang ringan, seperti tema cinta, petualangan, pergaulan remaja, silat
dan lain sebagainya.
Sejak keruntuhan Orde Lama,
bangsa ini menjadi penganut negara-negara kapitalis seiring dengan semakin
berkuasanya Orde Baru. Sejak tahun 1970-an kapitalisme dan militerisme
memberikan dampak besar terhadap keadaan sosial masyarakat. Dampak ini juga
dirasakan oleh industri penerbitan buku yang harus menyesuaikan diri.
Tegaknya kekuasaan Orde Baru
tidak dapat dilepaskan dari kekuatan negara besar Blok Barat yang menganut
paham kapitalisme sehingga kebijakan negara Orde Baru pun terintegrasi dalam
sistem kapitalisme global. Kebudayaan populer yang lahir seiring dengan
kapitalisme pun berkembang di Indonesia.
Ada kecenderungan yang
berbeda pada sistem kapitalisme di Indonesia. Negara masih dominan dalam
kehidupan rakyatnya. Banyak kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka mengontrol
rakyat atau negara. Manajemen yang digunakan adalah manajemen militerisme.
No comments:
Post a Comment